Pages

Sunday, October 18, 2020

Telur Asin Dinobatkan Warisan Budaya Indonesia

Telur Asin Brebes Dinobatkan Jadi Warisan Budaya Tak Benda Indonesia

17 OKTOBER 2020


Sidang Kementerian Pendidikan Budaya (Kemdikbud) yang dilaksanakan pada 6-9 Oktober 2020 pada akhirnya mengetuk palu bahwa kini telur asin bukan lagi hanya sekadar jadi oleh-oleh khas Brebes, Jawa Tengah. Melainkan kini sudah ditetapkan sebagai Warusan Budaya Tak Benda (WBTb) Indonesia.

Penobatan telur asin dalam WBTb ini menambah ‘’koleksi’’ warisan budaya yang Kemdikbud kumpulkan sejak 2013-2020 ini yang sudah ada sekitar 1.239 kebudayaan. Beberapa di antaranya memang datang dari bidang kuliner. Sebelum telur asin, kapurung dari Luwu Utara, ayam betutu dari Bali, dan rendang dari Sumatera Barat sudah lebih dulu dinobatkan sebagai WBTb oleh Kemdikbud.


Dilansir dari CNN Indonesia (15/10/2020), Direktur Perlindungan Kebudayaan, Kemendikbud, Fitra Arda Sambas, menjelaskan syarat untuk mendapatkan status WBTb.

‘’Seperti kita ketahui bahwa Warisan Budaya Tak Benda Indonesia yang akan ditetapkan paling tidak berupa tradisi dan ekspresi lisan, seni pertunjukkan, adat istiadat masyarakat, ritus dan perayaan-perayaan, pengetahuan dan kebiasaan perilaku mengenai alam dan semesta, dan atau keterampilan dan kemahiran kerajinan tradisional, ungkapnya.


Syarat lain, diungkap Fitra adalah, ‘’Budaya tak benda tersebut dapat berasal dari perseorangan, kelompok orang, atau masyarakat hukum adat.’’

Telur asin juga dipandang sebagai tradisi kuliner yang mengandalkan keterampilan masyarakat secara tradisional untuk mengolah dan menghasilkan produk kuliner yang autentik. Hingga saat ini diketahui bahwa di Brebes, sebagian besar masyarakatnya masih menggantungkan mata pencaharian sebagai pengrajin dan penjual telur asin.


Bagi masyarakat Indonesia, telur asin adalah pangan yang sangat familiar dan keberadaannya tidak melihat status seseorang. Berbagai kalangan akan suka dengan telur bebek yang memiliki tekstur masir ini.

Bukan hanya sebagai bahan pangan favorit, jika kita mengingat dan menelusuri kembali keberadaan telur asin, ternyata makanan kaya akan protein ini pernah mengukir sejarah dengan filosofi nilai kebudayaan yang sangat mendalam.


Keberadaan telur asin, khususnya telur asin Brebes ini tidak muncul dalam hitungan dekade, malinkan sudah menjadi makanan tradisional kuno yang sudah berusia ratusan tahun. Keberadaannya memang tidak bisa lepas dari pengaruh masyarakat China.

Faktanya sajian telur asin awalnya dijadikan sebagai bagian dari sembahyang yang ditujukan untuk Dewa Bumi. Disajikan bersama bandeng, daging ayam, babi, arah, dan buah-buahan telur asin dipersembahan pada saat etnis Tionghoa sedang bersembahyang.


‘’Telur bebek yang diolah menjadi telur asin dimaknai sebagai simbol kesuburan. Selain untuk sesaji, telur bebek juga menjadi santapan dalam perayaan imlek,’’ ungkap Wijanarto, sejarawan Brebes, yang dikutip Medcom.id (2/2/2016), yang kini juga menjabat sebagai Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Kabupaten Brebes.

Seiring berjalannya waktu, Wijanarto juga menjeaskan bahwa keberadaan telur asin terangkum pengetahuan dan keterampilan tradisional, filosofi kegotongroyongan, serta identitas sosial masyarakat Brebes. Ini karena berkat teknologi pengawetan bahan makanan yang dilakukan para etnis Tionghoa pada telur bebek telah menjadi bagian dari kekuatan untuk bertahan pada masa transisi pasca-kemerdekaan.


‘’Karena kita ketahu, selepas revolusi periode tahun 1945 sampai menjelang 1950, kondisi ekonomi saat itu dalam masa transisi setelah adanya dekolonisasi. Nah, telur asin yang sudah awet ini menjadi bagian ekonomi substansi masyarakat Tionghoa. Lama-kelamaan telur asin ini kemudian memiliki aspek ekonomis. Tahun 1950-an mereka baru memulai untuk mengomersilkan telur asin,’’ tutur Wijanarto dikutip Detik.com (17/10/2020).

Lebih lanjut Wijanarto juga pernah mengungkapkan bahwa asin juga disimbolkan sebagai diplomasi kuliner yang mamdukan keragaman budaya setelah dibawa keluarga peranakan Tionghoa Brebes. Namun, jika melihat jauh lebih dalam, Fitra berpendapat bahwa proses pembuatan telur asin juga merupakan kerja kolegial.


‘’Dari mulai pemilihan telur itik yang berkualitas, pembuatan bahan-bahan untuk pengasinan serta proses pengasinan,’’ jelas Fitra dikutip Food.detik.com (15/10/2020).

Sehingga tak heran kalau telur asin Brebes hingga kini sudah lama dikenal dengan ciri khas tampilan dan rasanya. Meski varian original masih menjadi favorit masyarakat Brebes dan wisatawan domestik lainnya, namun kini masyarakat Brebes juga mulai mengkreasikan telur asin menjadi berbagai varian termasuk telur asin bakar sehingga memberikan pilihan yang menarik untuk dicoba.


Layaknya warisan lainnya, penobatan telur asin sebagai WBTb diharapkan bukan hanya sekadar titel, melainkan ada harapan. Selain harus terus dijaga sebagai produk kuliner autentik Indonesia, khususnya Brebes, telur asin juga harus dilihat dari nilai makna dan fungsi dari ekosistemnya.

Pembuatan telur asin mesti melibatkan ekosistem yang sehat dari elemen-elemen seperti peternak itik, tenaga kerja pengelola, pihak promosi, ketersediaan paka, juga pelaku ekonomi kreatif. Bukan tidak mungkin kalau telur asin bisa sampai pada level menjadi warisan budaya tak beda dari UNESCO, seperti halnya rending.


Apalagi pemerintah daerah setempat juga dimandatkan untuk melindungi warisan ini sesuai amanat pada Undang-Undang No.5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Didalamnya disebutkan bahwa pemerintah setempat bisa mengalokasikan anggaran untuk pemberdayaan ekosistem budaya, termasuk ekosistem WBTb telur asin.


Sumber :

https://www.goodnewsfromindonesia.id/2020/10/17/telur-asin-brebes-dinobatkan-jadi-warisan-budaya-tak-benda-indonesia?fbclid=IwAR2lo6w8zcdYr-1Sv67Ui3LYrhUTF7MRfse5qNrquniAJcs719pAll3l-B8

Friday, August 14, 2020

Mount Penanggungan


Mount Penanggungan is a small stratovolcano, immediately north of Arjuno-Welirang volcanic complex in East Java province, Java island, Indonesia. 

Mount Penanggungan is about 40 kilometers (24.8 mi) south of Surabaya, and can be seen from there on a clear day. Several Hindu-Buddhist sanctuaries, sacred places and monuments are on the mountain dating from AD 977–1511. Lava flows and pyroclastic deposits are around the volcano.

Wednesday, July 8, 2020

Mount Sindoro


Climbing Gunung Sindoro a rather big Volcano in Indonesia offering stunning aerial views of the surrounding mountain landscape from the Peak

Gunung Sumbing (3371m) as seen from Gunung Sindoro summit

Gunung Sindoro (3153m) is a stratovolcano in central Java, Indonesia. It is also known as Mount (Gunung) Sundoro, Mount Sendoro and Mount Sindara. It’s conical peaked neighbour Gunung Sumbing is separated by the Kledung Pass at 1,404m altitude and from the village of Kledung you can find the Pos or Checkpost at what is known as the basecamp which is one of the two start points for the trek to the summit. The other start point for Climbing Gunung Sindoro is found at the base of the northern flank at a village called Sigedang which is more convenient if you are around the Dieng Plateau region. 

From Kledung village at the Checkpost you must pay about 3000 IDR for Climbing Gunung Sindoro, this entrance fee was in 2012, you also sign a register book so it is known you are on the mountain just in case anything goes wrong and you happen to disappear! The path or hiking trail is not at all difficult to follow hence there is no need for a guide. From Kledung to the summit takes between 5 and 6 hours depending on how many breaks you take along the way and how fast you ascend.


Sumber :

https://en.wikipedia.org/wiki/Mount_Sindoro#/media/File:Sundoro.jpg

https://nomadicimagery.com/climbing-gunung-sindoro/

Tuesday, February 25, 2020

Mount Ciremai


Mount Ciremai/Cereme (or Ciremay) is a dominating symmetrical stratovolcano in West Java, Indonesia. It is located to the southwest of the major town of Cirebon. Mt Ciremai is strikingly visible towards the south from the main west-east corridor (Jakarta-Surabaya) rail link along the north coast of Java. It is the highest point of West Java.

At the summit of Mt Ciremai there is a 4.5 × 5 km wide caldera. Eruptions are relatively infrequent in historical time but explosive activity and lahars from the summit have been recorded. Mount Ceremai is especially significant because it is the highest mountain in the province of West Java. The name Cereme or Ciremai is derived from Sundanese word for Otaheite gooseberry.

There are numerous recreational and tourist sites on the slopes of Mt Ciremai. Various sites, including parks and cafes, attract crowds of visitors from Cirebon. The museum at Linggajati on the slopes of Mt Ceremai which records the important historical event of the Linggadjati Agreement during the struggle for Indonesian Independence in 1946 attracts many visitors during weekends. The Mt Ciremai National Park extends for a considerable distance around the slopes of the mountain.


Source :
https://en.wikipedia.org/wiki/Mount_Cereme
https://www.localguidesconnect.com/t5/General-Discussion/The-Beauty-Of-The-Peak-Of-Mount-Ciremai-West-Java/td-p/1846056

Related Posts